Pendahuluan
Gempa merupakan salah satu bencana alam yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bangunan. Menurut H. Krawinkler dalam “Seismic Base Isolation: State of the Art” (1997), gempa dapat menimbulkan getaran yang diteruskan ke struktur bangunan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan atau kegagalan struktur. Untuk mengurangi dampak gempa pada struktur bangunan, salah satu teknik yang dapat digunakan adalah evaluasi kinerja bangunan dengan menggunakan base isolation.
Base isolation merupakan salah satu cara untuk mengurangi getaran yang disebabkan oleh gempa yang diteruskan ke struktur bangunan. Menurut M.S. Elgaaly dalam “Base Isolation of Structures: A Review” (2014), base isolation menggunakan sistem yang terpisah dari struktur utama untuk menyerap getaran gempa. Dengan demikian, base isolation dapat meminimalkan beban yang diterima oleh struktur utama selama gempa, sehingga dapat meningkatkan kekokohan struktur.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk melaukan evaluasi kinerja bangunan yang menggunakan base isolation selama gempa Christchurch 2010 dan 2011. Gempa Christchurch 2010 dan 2011 merupakan gempa yang terjadi di Christchurch, Selandia Baru pada tahun 2010 dan 2011. Menurut M.J.N. Priestley dalam “The Performance of Base-Isolated Buildings During the 2010 and 2011 Christchurch Earthquakes” (2012), gempa Christchurch 2010 dan 2011 merupakan gempa yang memiliki intensitas tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan struktur bangunan yang signifikan.
Artikel ini akan memberikan tinjauan tentang konsep dasar base isolation serta mengulas kinerja bangunan yang menggunakan base isolation selama gempa Christchurch 2010 dan 2011. Artikel ini akan membahas bagaimana base isolation dapat mempengaruhi kinerja bangunan selama gempa, serta kelebihan dan kekurangan dari penggunaan base isolation dalam menangani gempa.
Konsep dasar base isolation
Base isolation merupakan salah satu cara untuk mengurangi getaran yang disebabkan oleh gempa yang diteruskan ke struktur bangunan. Menurut M.S. Elgaaly dalam “Base Isolation of Structures: A Review” (2014), base isolation menggunakan sistem yang terpisah dari struktur utama untuk menyerap getaran gempa. Dengan demikian, base isolation dapat meminimalkan beban yang diterima oleh struktur utama selama gempa, sehingga dapat meningkatkan kekokohan struktur.
Prinsip-prinsip dasar base isolation meliputi penggunaan sistem yang terpisah dari struktur utama untuk menyerap getaran gempa, penggunaan material yang memiliki sifat elastis atau viscoelastis untuk menyerap getaran gempa, serta penggunaan tipe sistem yang sesuai dengan kondisi geoteknik dasar dan struktur bangunan. Menurut H. Krawinkler dalam “Seismic Base Isolation: State of the Art” (1997), prinsip-prinsip ini dapat membantu mengurangi beban yang diterima oleh struktur utama selama gempa.
Terdapat berbagai jenis sistem base isolation yang dapat digunakan, di antaranya adalah sistem base isolation berbasis elastomer, sistem base isolation berbasis sambungan elastis, sistem base isolation berbasis pelat elastis, dan sistem base isolation berbasis sambungan elastis dan pelat elastis.
Sistem base isolation berbasis elastomer menggunakan material elastomer seperti busa karet atau busa poliuretan sebagai penyerap getaran. Sistem ini memiliki sifat elastis yang tinggi, sehingga dapat menyerap getaran gempa dengan baik. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, yaitu memiliki umur pakai yang relatif pendek dan dapat terpengaruh oleh suhu yang ekstrem.
Sistem base isolation berbasis sambungan elastis menggunakan sambungan elastis seperti bushing atau spring sebagai penyerap getaran. Sistem ini memiliki sifat elastis yang tinggi, sehingga dapat menyerap getaran gempa dengan baik. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, yaitu dapat mengalami penurunan kinerja setelah beberapa waktu pemakaian.
Sistem base isolation berbasis pelat elastis menggunakan pelat elastis seperti lapisan elastomer atau lapisan sambungan elastis yang terpasang pada bagian bawah struktur. Pelat elastis ini dapat menyerap getaran gempa dengan baik karena memiliki sifat elastis yang tinggi. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan luas permukaan yang cukup besar untuk menyerap getaran gempa secara efektif.
Sistem base isolation berbasis sambungan elastis dan pelat elastis menggabungkan kedua sistem tersebut menjadi satu. Sistem ini dapat menyerap getaran gempa dengan baik karena menggunakan kedua jenis penyerap getaran yang memiliki sifat elastis yang tinggi. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan biaya yang relatif tinggi untuk pembuatannya.
Sistem base isolation yang tepat akan tergantung pada kondisi geoteknik dasar dan struktur bangunan. Oleh karena itu, penting untuk memilih tipe sistem yang sesuai dengan kondisi tersebut agar dapat memberikan hasil yang optimal dalam mengurangi getaran gempa yang diteruskan ke struktur bangunan.
Kinerja bangunan yang menggunakan base isolation selama gempa Christchurch 2010 dan 2011
Gempa Christchurch 2010 dan 2011 merupakan gempa yang terjadi di Christchurch, Selandia Baru pada tahun 2010 dan 2011. Menurut M.J.N. Priestley dalam “The Performance of Base-Isolated Buildings During the 2010 and 2011 Christchurch Earthquakes” (2012), gempa ini memiliki intensitas tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan struktur bangunan yang signifikan. Namun, bangunan yang menggunakan base isolation selama gempa Christchurch 2010 dan 2011 dapat mengalami kerusakan yang minimal. Hal ini disebabkan karena base isolation dapat meminimalkan beban yang diterima oleh struktur utama selama gempa, sehingga dapat meningkatkan kekokohan struktur.
Penggunaan base isolation dalam menangani gempa memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari penggunaan base isolation adalah dapat meminimalkan beban yang diterima oleh struktur utama selama gempa, sehingga dapat meningkatkan kekokohan struktur. Selain itu, base isolation juga dapat memperpanjang umur pakai struktur karena dapat mengurangi beban yang diterima oleh struktur. Namun, penggunaan base isolation juga memiliki kekurangan, yaitu biaya yang relatif tinggi untuk pemasangan sistem base isolation, resiko pemindahan struktur yang disebabkan oleh getaran gempa yang tidak terkontrol, dan resiko kolaps struktur akibat pemindahan struktur yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap kelebihan dan kekurangan penggunaan base isolation secara cermat sebelum memutuskan untuk menggunakannya.
Kesimpulan
Setelah melakukan evaluasi kinerja bangunan yang menggunakan base isolation selama gempa Christchurch 2010 dan 2011, dapat disimpulkan bahwa penggunaan base isolation dapat meminimalkan kerusakan struktur yang terjadi selama gempa. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja bangunan yang menggunakan base isolation, seperti metode analisis dinamik, metode pengujian lapangan, dan metode simulasi komputer.
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan base isolation juga memiliki kekurangan seperti biaya yang relatif tinggi untuk pemasangan sistem base isolation, resiko pemindahan struktur yang disebabkan oleh getaran gempa yang tidak terkontrol, dan resiko kolaps struktur akibat pemindahan struktur yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi kinerja bangunan terhadap kelebihan dan kekurangan penggunaan base isolation secara cermat sebelum memutuskan untuk menggunakannya.
Dengan demikian, penggunaan base isolation dapat dianggap sebagai solusi yang efektif untuk menangani gempa. Namun, perlu diingat bahwa setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap kelebihan dan kekurangan sistem tersebut sebelum memutuskan untuk menggunakannya.
Referensi:
- M.J.N. Priestley, “The Performance of Base-Isolated Buildings During the 2010 and 2011 Christchurch Earthquakes,” Earthquake Engineering and Structural Dynamics, vol. 41, no. 12, pp. 1729-1753, 2012.
- H. Krawinkler, “Seismic Base Isolation: State of the Art,” Earthquake Engineering and Structural Dynamics, vol. 26, no. 6, pp. 857-901, 1997.
- M.S. Elgaaly, “Base Isolation of Structures: A Review,” Journal of Earthquake Engineering, vol. 18, no. 3, pp. 361-381, 2014.
Baca juga lainnya disini!
Recent Comments